ELEGI GADIS CILIK “TELINGA KELINCI”

ELEGI GADIS CILIK "TELINGA KELINCI"

Karya : Rince Wiki Utami

 

“Mentari tersenyum melihat teletubies yang terus bergembira, seakan dunia penuh kebahagian jauh dari kesulitan, demikian halnya dede Anin..”

Anindita Aprilia begitu nama gadis cilik berusia 4 tahun nan lincah, kulit putih dan pipi yang memerah bila marah atau menangis, dengan rambut panjang hitam lebat hampir sepinggang sering dibiarkan tergerai atau diikat dua,”seperti telinga kelinci ya bunda..”, kata dede Anin meminta bunda mengikat rambut panjangnya, ya.. gadis cilik itu biasa menyebut dirinya dede Anin.

Poninya hampir menutupi alis yang tumbuh lebat bak bulan sabit, indah menghiasi mata bulat dengan bulatan hitam besar berlapis lis tipis warna coklat ditengah area putih yang hanya bersisa sedikit, bulu mata yang lentik menambah sempurna binar indah netra matanya saat bicara atau memperhatikan sesuatu dengan seriusnya.

Hidung bangir diatas bibir mungilnya seperti tidak pernah habis celoteh yang diucapkan, suasana rumah akan sepi bila dede Anin tertidur ataupun sedang bermain bersama temannya di halaman samping rumah.

Dede Anin suka sekali baca iqro di mushola yang berjarak 500 meter dari rumahnya, suatu sore ba’da Ashar saatnya mengaji karena hujan yang cukup lebat dan dede Anin juga masih tertidur lelap ayah dan bundanya tidak membangunkan, “kasihan dede Anin sepertinya kelelahan bermain,” ujar ayah.

Lewat pukul 5 sore hujan masih turun rintik-rintik tiba-tiba dede Anin bangun dan menangis dengan kerasnya seakan kesal sama ayah dan bundanya, dibantingnya barang-barang yang ada didekatnya, berguling-guling, terus menangis dengan keras, tidak didengarnya ayah serta bundanya membujuk.

Setiap pertanyaan di jawab dengan raungan yang semakin keras, akhirnya ayah dan bundanya membiarkan saja dede Anin hingga tangisnya mereda baru kemudian ayah memeluk dan menggendong dede Anin.

“Ayah jahat..kenapa dede Anin tidak dibangunkan? Dede mau ke mushola sekarang! teriak dede Anin”, “Oalaa...dede Anin mau mengaji ya?” sahut bundanya dengan lembut, ”mengaji sama ayah saja di rumah ya.. lagian diluar masih hujan tuh”.. balas ayah sambil menggendong dede Anin berjalan ke teras rumah.

“Tidak mau, pokoknya harus ke mushola sekarang juga.. kan bisa pake payung”, dede Anin tetap bersikeras, akhirnya ayah mengalah dan dengan jas hujan serta payung dede Anin di antar ayah ke mushola.

“tuh lihatkan.. musholanya sepi.. mungkin sudah pada pulang atau tidak ada yang datang sebab hujan deras sekali tadi de..ayo kita pulang lagi..” sejurus dede Anin belum mau beranjak, dengan mata yang masih sembab dan merah menatap keadaan mushola yang kosong tidak

ada seorang pun yang datang, kemudian berkata ke ayahnya dengan suara pelan sesekali masih sesenggukan,

”Ayah..pokoknya dede Anin harus dibangunkan kalau waktunya mengaji”..Iya deh, maafkan ayah ya de..ayuk sekarang kita pulang..” ayah pun menggamit tangan dede Anin mengajaknya pulang sembari tersenyum, dalam hati ayah mengakui kerasnya hati dede Anin mirip dirinya.


“Purnama tak hendak anjak bertemu...sebelum bumi bernyanyi riang di atas cahya Mentari padu...menari dengan rotasi perubahan waktu...hadirkan revolusi bertambahnya masa, usia berlalu...”


Dede Anin senang membaca, usia 6 tahun sudah bisa membaca alqur’an dan membaca huruf latin dengan lancar, dede Anin memiliki teman Elizabet namanya biasa dipanggil Elisa. Elisa non muslim tapi baik sekali sering meminjamkan dede Anin buku-bukunya, Elisa berkaca

mata minus tebal, rambutnya gelombang sebahu, dirumahnya banyak sekali buku-buku cerita bergambar, dede Anin senang sekali bisa bermain dan membaca buku di rumah Elisa.

Libur Ramadhan selepas mandi pagi dede Anin sudah dirumah Elisa, rutinitas membaca seakan tidak pernah bosan karena banyak sekali buku yang menarik untuk di baca dan bila sudah membaca dede Anin bisa berjam-jam sampai lupa waktu.

Tengah asyik membaca datang teman laki-laki mereka Dimas, Dimas belum kuat berpuasa, Dimas datang dengan membawa 3 es lilin yang berwarna hijau, merah dan orange, Dimas pun menawarkan es lilin kepada Elisa juga dede Anin.

“Serius banget bacanya..kalian mau es lilin ngga? tawar Dimas, spontan di jawab Elisa “mau, sini...aku yang merah, strawberry kan..” Dimas pun menyodorkan es lilin warna merah ke Elisa, “aku yang warna hijau..rasa melon”, seru Dimas.

Dede Anin yang masih asyik membaca tidak menjawab, “kamu mau ngga es lilin ini Anin..tinggal yang orange nih rasa jeruk!” ulang Dimas, melihat Elisa dan Dimas menikmati es lilis di siang hari yang panas, terbit rasa hausnya, sedari tadi asyik membaca dede Anin ragu seakan ada yang menahannya namun akhirnya ia pun mengangguk tanda mau juga es lilin itu.

Bertiga mereka makan es lilin seraya terus membaca buku hingga es itu pun habis. Tidak lama mama Elisa keluar dan bertanya, “ dede Anin masih puasa?” dijawab cepat oleh dede Anin,” masih dong tante..”

Usai menjawab matanya tertumbuk pada plastik bekas es lilin yang masih dalam genggaman tangan dan sudah habis di makannya, belum dibuang karena masih asyik membaca.

Seakan tersadar akan sesuatu, dede Anin tetiba bilang ke mama Elisa,” tante.. Elisa.. Anin pamit pulang dulu ya..”, tidak dihiraukan ucapan Elisa dan mamanya

secepat kilat dede Anin berlari pulang ke rumah sambil menangis dengan perasaan gundah yang sangat bersalah.

Brak!..pintu depan rumah di buka dengan keras, bundanya Anin terkejut, Anin langsung menubruk bunda dan menangis tersedu-sedu, bunda Anin yang tahu sifat dan watak anak kesayangannya hanya membelai rambut kucir dua yang mirip telinga kelinci, menunggu hingga isaknya reda.

“Bunda.. apakah puasa kita batal kalau kita makan dan terlupa kalau kita sedang puasa?”.. bunda menjawab dengan lembut, ”tidak batal sayang.. kenapa? memang dede Anin makan sesuatu?”

“kalau makannya banyak bagaimana? tanya dede Anin lagi, ”itu rizki dari Allah” jawab bundanya. “Coba ceritakan yang jelas sama bunda sini..”, dipeluknya dede Anin sehingga membuatnya nyaman untuk menceritakan semua kejadian.

“Dede Anin sayang...ambil ibroh kejadian hari ini yaa..seasyik apapun kita melakukan hal yang kita sukai jangan sampai kamu lupa waktu, lupa segalanya, Allah sudah memberikan kita banyak kesempatan namun pergunakan kesempatan itu dengan tanggung jawab.”

Tangan bundanya sembari memainkan anak rambut poni yang sudah panjang, bunda Anin lanjut memberikan nasihatnya, ”berapa lama kamu bermain bersama teman dan membaca buku bila kelamaan, mata kamu jadi lelah loh, harus istirahat juga kan..”

“Maka ada waktu-waktu tertentu untuk hal tertentu.. seperti ada waktunya belajar, ada waktunya bermain, ada juga waktunya membantu bunda atau ayah... dede Anin mengertikan sekarang..?” dede Anin mendengarkan penjelasan bunda dengan sesekali menganggukkan kepalanya.

Terdengar kumandang adzan Zhuhur dari mushola tempat dede Anin mengaji, “baiklah..semua sudah terjadi sekarang hapus air matamu, yuk bersiap shalat, kita

istighfar, berdo’a mohon ampun sama Allah, semoga Allah menerima puasa kita dan ibadah kita di bulan Ramadhan ini”. Bunda dan dede Anin bergegas berwudhu untuk tunaikan shalat Zhuhur berjama’ah.

Hari itu pun berlalu dengan kejadian tak terduga di bulan Ramadhan ini, kejadian yang akan selalu diingat dede Anin hingga besar dalam kehidupan selamanya.



Nantikan seri dede Anin berikutnya ya teman- teman.. salam literasi.. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKU, KAMU dan DIA

TERIMA, SADARI, PERBAIKI

GEROBAK CERDAS BEKEN, lomba blog www.aisei.id